Jesus Comes From Heaven
February 4, 2010
"Apakah Orang Kristen Boleh Menghakimi?" (Part 1)
Disekeliling kita dengan gamblangnya kita melihat dan mendengar hukum Allah dilanggar, bahkan yang namanya dosa, aib, yang memalukan sekalipun disambut meriah dan tidak malu untuk dipublikasikan. Kita hidup dalam masyarakat yang amoral dan senantiasa dipropagandakan toleransi, sikap tidak menghakimi. Orang Kristen yang menyatakan kesalahan orang lain dianggap intoleransi. Bahkan jika kita menyatakan, mengoreksi kesalahan anggota jemaat, maka kita akan diserang balik dengan sebuah ayat Alkitab yang tampaknya sudah dihapal di luar kepala: "Jangan menghakimi!"
Bahkan jika sebuah gereja menegur kesalahan gereja lainnya, sering dicap sebagai gereja yang “menghakimi gereja lain.” Tuduhan ini akhirnya menjadi sesuatu yang klise, dan ayat penangkis atau pelarian yang 'efektif' bagi mereka yang sudah merasa tidak mampu memberi jawab atas doktrin atau pengajaran mereka yang tersudutkan oleh ayat-ayat Alkitab yang mengungkap penyimpangan pengajaran mereka, atau kata 'jangan menghakimi' menjadi ayat peninabobo bagi mereka yang tidak berminat sama sekali untuk menyelidiki kebenaran dari Kitab Suci.
Penting bagi setiap orang percaya untuk mengerti sebenar-benarnya mengenai masalah “menghakimi” dalam Alkitab. Benarkah bahwa orang Kristen tidak boleh menghakimi? Apakah ini sama dengan tidak boleh menyatakan kesalahan orang lain? Kesalahpahaman mengenai masalah ini begitu besarnya, sehingga banyak orang yang akan kaget, tidak siap ketika diberitahu kebenaran ini, bahkan mencurigai mereka yang menyatakan kebenaran ini :
1. Tuhan Menyuruh Orang Percaya untuk Menghakimi
Banyak orang Kristen tidak secara tajam membaca dan memahami Yohanes 7:24, yang berisi perintah Yesus: “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil.” Jelas sekali bahwa Tuhan mengizinkan, dan bahkan mengharapkan orang percaya menghakimi dengan adil. Ini berarti penghakiman kita haruslah didasarkan pada Firman Tuhan yang maha adil. Bertentangan dengan opini umum, orang percaya bukan tidak boleh menghakimi! Sebaliknya, ORANG PERCAYA DIHARAPKAN UNTUK MENGHAKIMI DENGAN ADIL. Orang percaya bertindak bukanlah didasarkan atas opini umum, atau bertindak mengikuti arus kuat yang ada, tetapi berdasarkan kebenaran. "Kebenaran harus dinyatakan sekalipun langit akan runtuh."
2. Arti Kata “Menghakimi”
Di dalam paradigma berpikir kebanyakan orang, kata “menghakimi” memiliki konotasi yang negatif atau jelek, jahat. Bahkan, ada orang mengidentikkan “menghakimi” dengan “menghukum.” Seorang Kristen pernah bertanya kepada saya demikian: “Saya sudah percaya Yesus Kristus, lalu kenapa setelah saya mati, saya masih akan dihakimi lagi oleh Tuhan.” Pertanyaan ini muncul ketika saya menerangkan bahwa setelah Hari Pengangkatan (Rapture), akan ada Pengadilan Kristus (1 Kor. 3:10-15; 2 Kor. 5:10). Bapak tersebut menyamakan “penghakiman” dengan “penghukuman” sehingga merasa kaget akan “dihukum” lagi di Surga.
Persoalan menjadi jelas ketika kita mengerti arti kata “menghakimi” yang sesungguhnya, yang didasarkan dalam bahasa aslinya. Kata krino (Yunani) adalah kata utama yang diterjemahkan “menghakimi” dalam bahasa Indonesia. Krino (dan kata-kata yang diturunkan darinya) terkadang diterjemahkan “memutuskan” (Luk. 12:57; 1 Kor. 2:2), “berpendapat” (Kis. 3:13; Luk. 7:43), “menilai” (dari kata anakrino, 1 Kor. 2:15), atau “mempertimbangkan” (1 Kor. 10:15).
Jadi, sebenarnya, “menghakimi” yang berasal dari kata krino, memiliki pengertian dasar “memutuskan atau membuat penilaian tentang sesuatu.” Ketika Paulus mengajarkan bahwa “manusia rohani menilai segala sesuatu,” (1 Kor. 2:15) ia sama saja berkata bahwa “MANUSIA ROHANI MENGHAKIMI SEGALA SESUATU.”
Orang-orang yang berkata bahwa “orang Kristen tidak boleh menghakimi,” tidak mengerti dengan benar dan alkitabiah arti kata “menghakimi.” Mereka sama saja berkata: “orang Kristen tidak boleh menilai apa-apa,” atau “orang Kristen tidak boleh memiliki pendapat tentang apapun.” Ketika seseorang berpendapat tentang sesuatu hal, maka akan dianggap mereka melakukan penghakiman! Betapa hal ini adalah sesuatu yang sangat konyol.
Sekali lagi kita menyimak, bahwasanya kata “penghakiman” sebenarnya berbeda dengan kata “penghukuman.” Walaupun demikian, dalam konteks tertentu, “penghakiman” dapat disamakan dengan “penghukuman.” Misalnya, pernyataan bahwa Allah akan “menghakimi” dunia. Menghakimi di sini dapat disamakan dengan “menghukum,” karena Allah akan menilai dunia, dan mendapatkannya jahat, dan tentu akan menghukumnya.
Jadi, apakah seseorang senang dihakimi atau tidak, tergantung kepada status dirinya.
Orang percaya akan menghadap takhta pengadilan Kristus suatu hari, untuk dihakimi Tuhan mengenai pekerjaannya, jerih lelahnya di dunia ini (bukan terkait keselamatan). Orang yang sudah bekerja sekuat tenaga bagi Tuhan sesuai FirmanNya, tentunya akan mendapat sukacita pada hari itu, ketika Tuhan berkata: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia.” Sebaliknya, orang yang menyia-nyiakan hidupnya, atau yang “melayani” bertentangan dengan Firman Tuhan, justru akan malu pada hari itu. Jadi, penghakiman tidaklah selalu hal yang buruk! Itu tergantung pada orang atau hal yang dihakimi atau dinilai!
3. Alkitab Melarang Menghakimi Hanya Dalam Konteks Tertentu
Ayat yang paling sering disalahgunakan dan disalahartikan dalam hal “menghakimi” adalah Matius 7:1, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” Terlalu banyak orang, yang tanpa pengertian yang benar tetapi hanya sekedar membeo, memakai ayat ini untuk bersembunyi dari kebenaran, seolah-olah ayat ini memberikan mereka hak mutlak untuk mengabaikan teguran-teguran dan nasihat-nasihat yang menyatakan kesalahan mereka.
Dalam menafsir Alkitab, salah satu prinsip yang paling penting adalah bahwa penafsir harus selalu memperhatikan konteks. Apakah Matius 7:1 melarang segala jenis penghakiman? Prinsip lain dalam penafsiran Alkitab adalah bahwa Alkitab konsisten secara internal. Tidak ada ayat-ayat yang bertentangan. Oleh karena itu, jika Tuhan memerintahkan, mengharapkan, dan mengizinkan orang percaya untuk menghakimi di bagian Firman Tuhan lain, maka ayat ini tidak mungkin melarang semua jenis penghakiman. Dan setelah meneliti konteks Matius 7:1-5, maka jelaslah bahwa dalam perikop ini TUHAN MELARANG PENGHAKIMAN YANG MUNAFIK. Hal ini terlihat jelas dari nasihat Tuhan: “keluarkanlah dahulu balok dari matamu.” Tuhan tidak mengijinkan seseorang yang hanya ingin mengorek kesalahan orang lain sebagai suatu serangan yang didsarkan kebencian, padahal dirinya sendiri melakukan kesalahan yang sama dan bahkan mungkin besar lagi.
Prinsip yang sama (internal consistency dan konteks) dapat kita terapkan pada perikop-perikop lain yang melarang orang percaya untuk menghakimi. Sekilas Paulus sepertinya tidak mau orang Korintus menghakimi sebelum kedatangan kedua Kristus (1 Kor. 4:15). “Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah.” Tetapi, jika kita cocokkan dengan pernyataan Paulus lainnya tentang menghakimi, dan kita lihat lebih teliti ayat ini lebih cermat lagi, kita dapatkan bahwa di sini Paulus mengajarkan untuk TIDAK MENGHAKIMI HAL-HAL YANG TERSEMBUNYI. Maksudnya, orang percaya janganlah sok menghakimi hal-hal yang tidak mungkin ia ketahui, yang tidak jelas kebenarannya, melainkan hanya ia duga-duga saja. Banyak orang sok menghakimi hati dan motivasi orang lain yang terdalam, sepertinya tidak ada yang tersembunyi baginya. Sikap seperti ini tidak benar. Kita bisa menilai kelakuan orang, karena memang terlihat; tetapi mengenai hal-hal yang berada dalam hati seseorang yang tidak ia nyatakan, yang abstrak, jangan kita terburu-buru untuk memastikannya atau memvonisnya.
Ketika ditegur mengenai doktrin yang salah, banyak orang yang lari secepat kilat menuju Roma 14:4-14. Mereka bersembunyi dibalik kalimat: “Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi!” (ay. 13). Mereka tidak mau menyelidiki lebih lanjut, “menghakimi” seperti apa yang dilarang oleh Paulus. Mereka tidak mau peduli bahwa Tuhan tidak mungkin melarang orang percaya untuk saling bersaksi tentang kebenaran, saling menegur kesalahan sesamanya.
Pada kenyataannya, dalam Roma 14, PAULUS TIDAK INGIN ORANG PERCAYA SALING MENGHAKIMI DALAM HAL-HAL YANG TIDAK DIATUR OLEH ALKITAB. Paulus memberi contoh dua hal, yaitu:
-Dalam hal makanan
-Dalam hal hari-hari raya.
Alkitab tidak mengatur bahwa orang percaya harus makan suatu jenis makanan, atau tidak boleh makan makanan lain. Alkitab mengatakan bahwa semua makanan halal, tetapi tidak mengharuskan orang untuk makan semua makanan. Oleh karena itu, orang percaya jangan saling menghakimi jika ada sesamanya yang memilih untuk makan sesuatu atau jika ia memilih untuk tidak makan sesuatu.
Mengenai hari-hari raya, Alkitab juga tidak melarang atau menganjurkan orang percaya untuk ikut dalam berbagai hari raya. Kita melihat aplikasinya dalam kebebasan orang percaya untuk ikut atau tidak ikut merayakan hari Ibu, hari Bapa, bahkan hari Natal. Tentu untuk hari-hari yang mengandung makna menentang Tuhan (misal hari Homoseksual), orang Kristen tidak boleh ikut mendukung, karena melanggar prinsip-prinsip Alkitab lainnya.
4. Orang Kristen Perlu Melakukan Penghakiman
Jika kita mengerti bahwa arti dasar kata “menghakimi” adalah “memutuskan atau membuat penilaian tentang suatu hal,” maka jelaslah bahwa bukan saja orang percaya boleh menghakimi, bahkan ORANG PERCAYA HARUS MENGHAKIMI. Dalam hal-hal apa saja orang percaya harus menghakimi?
-Orang percaya harus menghakimi pengajaran.
Tuhan menyuruh kita untuk berhati-hati terhadap nabi-nabi palsu (Mat. 7:15). Bagaimanakah kita dapat waspada terhadap mereka, jika kita tidak menilai mereka? Paulus berkata, “Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, supaya kamu waspada terhadap mereka, yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima, menimbulkan perpecahan dan godaan. Sebab itu hindarilah mereka!” (Rom. 16:17). Bagaimana kita dapat waspada dan menghindari orang-orang ini jika kita tidak menghakimi mereka? Alkitab mengharuskan setiap orang hamba Tuhan yang setia untuk “menyatakan kesalahan,” dan “menegor” (2 Tim. 4:2). Ini tidak dapat dilakukan tanpa menghakimi. Sangat penting sekali untuk memperhatikan juga di sini, bahwa Tuhan ingin agar orang yang mengenal kebenaran, memberitahukan kesalahan orang lain yang belum tahu akan hal itu. Seharusnya, setiap orang Kristen yang ditegur kesalahannya, tidak marah, melainkan merenung, dan menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui kebenarannya. Ketahuilah, bahwa orang yang menegur anda, sebenarnya sangat mengasihi anda. Bahkan ia rela mengambil resiko dibenci oleh anda, agar anda bisa sampai kepada kebenaran.
-Selain itu, orang percaya harus menghakimi perbuatan anggota-anggota gereja. Salah satu fungsi gereja adalah untuk menjadi tempat orang-orang percaya bertumbuh. Dalam proses pertumbuhan, ada proses pendisiplinan. Anggota-anggota gereja yang berbuat dosa, harus ditertibkan. Hal ini diajarkan oleh Paulus dalam 1 Korintus 5. Ada anggota jemaat Korintus yang berbuat zinah, dan Paulus menekankan bahwa orang itu harus dikeluarkan dari jemaat. “Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? 1 Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu” (1 Kor. 5:12-13).
Masih banyak lagi hal-hal lain yang harus dihakimi/dinilai oleh orang percaya, karena “manusia rohani menilai segala sesuatu” (1 Kor. 2:15). Jangankan penghakiman berbagai hal di dunia ini, orang percaya bahkan akan menghakimi dunia dan malaikat (1 Kor. 6:2-3). Sungguh aneh jika ada orang yang berkata bahwa “orang Kristen tidak boleh menghakimi.” Saya harap, dengan pembahasan singkat Firman Tuhan ini, anda dapat menentukan, MENGHAKIMI ATAU TIDAK MENGHAKIMI?
Semoga kita mengalami pencerahan dalam memahami kebenaran Firman-Nya dengan begitu maka kekeristenan kita secara khusus dan gereja secara umum dapat menjadi sehat dan alkitabiah.
GBU
Dikutip dari GITS (Graphe International Theological Seminary)
Dan telah mengalami modifikasi seperlunya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Ia yang tidak bodoh adalah yang memberikan apa yang tidak dapat disimpannya. Please Comment! :)